Bupati Koltim Tertangkap KPK: Saat Seragam Tak Lagi Sakral dan Partai Tak Lagi Tameng

𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨.𝙞𝙙, 𝙎𝙪𝙡𝙖𝙬𝙚𝙖𝙞 𝙏𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙧𝙖 – Aura kekuasaan yang dibalut seragam dan slogan partai kembali runtuh di hadapan hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Abd Azis, pada Rabu malam (6/8). OTT ini menambah daftar kepala daerah yang tersungkur di tengah jalan oleh ambisi dan uang panas.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak—yang juga berlatar belakang jaksa—membenarkan operasi ini, meski memilih irit bicara. “Benar Koltim,” ucapnya singkat saat dikonfirmasi.

Sumber internal menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, mengingat posisi strategis dan latar belakang Azis yang bukan orang sembarangan: mantan anggota Polri aktif yang juga politisi Partai NasDem. Ia dilantik sebagai Bupati Koltim pada 20 Februari 2025 dan seharusnya menjabat hingga 2030. Namun, lima tahun sebelum masa jabatan berakhir, namanya kini terjerat dalam jaringan suap dan penyalahgunaan wewenang yang sedang diurai KPK.

Operasi ini tampaknya bukan sekadar tangkap tangan, tapi pembongkaran atas jaringan kekuasaan yang selama ini seolah kebal hukum. Hingga saat ini, belum ada informasi resmi terkait barang bukti maupun nominal transaksi suap yang diamankan. “Tim masih di sana,” ujar Johanis, menandakan bahwa proses masih berlangsung di lapangan.

Antara Seragam dan Suap
Penangkapan Abd Azis membawa kembali ironi klasik: bahwa seragam dinas, sekalipun dari institusi penegak hukum, belum tentu menjamin integritas pejabat publik. Azis bukan hanya bupati, tapi juga mantan anggota Polri. Dan kini, dua institusi negara—Polri dan KPK—berada pada dua sisi berseberangan dalam kasus ini.
Publik pun bertanya-tanya: bagaimana mungkin seseorang yang mengerti hukum, bahkan dibesarkan dalam kultur disiplin kepolisian, bisa terseret ke lembah suap?
Lebih lanjut, posisi Azis sebagai politisi NasDem membuka babak baru dalam evaluasi integritas kader partai politik. Dalam beberapa kasus, partai politik kerap berlindung di balik “proses internal” tanpa membuka secara transparan sikap tegas terhadap kader yang tersandung korupsi.

Rakyat, Lagi-lagi Jadi Penonton
Seperti biasa, rakyat hanya menjadi penonton dari panggung besar korupsi ini. Di daerah-daerah seperti Kolaka Timur, yang masih berjuang dengan infrastruktur minim, layanan publik terbatas, dan angka kemiskinan yang belum sepenuhnya terkikis, perampokan uang negara terasa jauh lebih kejam.
Penangkapan ini seharusnya jadi momentum bersih-bersih, bukan hanya terhadap individu, tapi sistem. Sebab di balik satu bupati, selalu ada jaringan kontraktor, birokrat, dan oknum elite lokal yang selama ini ikut berpesta pora dalam sunyi.
Kami dari Redaksi membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebut.
𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙉𝙚𝙬𝙨_𝙆𝙤𝙩𝙖 𝙆𝙚𝙣𝙙𝙖𝙧𝙞
𝙍𝙚𝙥𝙤𝙧𝙩_𝘾𝙞𝙩𝙞𝙯𝙚𝙣 𝙅𝙤𝙪𝙧𝙣𝙖𝙡𝙞𝙨𝙢
𝙒𝙧𝙞𝙩𝙚𝙧_𝙍𝙞𝙨𝙬𝙖𝙣
𝙀𝙙𝙞𝙩𝙤𝙧_𝙎𝙞𝙧𝙖
𝙄𝙣𝙛𝙤𝙧𝙢𝙖𝙨𝙞 𝙍𝙚𝙙𝙖𝙠𝙨𝙞:
𝙏𝙡𝙥. 0821 9604 8905
𝙈𝙞𝙩𝙧𝙖𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖𝙪𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨@𝙜𝙢𝙖𝙞𝙡.𝙘𝙤𝙢
