BeritaDaerahTNI-POLRI

Dirut PT WIN Dua Kali Mangkir dari Panggilan Polisi: Kapolres Konsel Diminta Tegakkan Hukum Tanpa Tebang Pilih

𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨.𝙞𝙙, 𝙎𝙪𝙡𝙖𝙬𝙚𝙨𝙞 𝙏𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙧𝙖 – Setiap warga negara Indonesia, tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, jenis kelamin, atau status sosial, memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan berhak mendapatkan perlakuan setara di hadapan hukum.


Namun, hal tersebut seolah belum dirasakan oleh salah satu buruh di Kabupaten Konawe Selatan, Agus Mariana (Ibu Ana), yang hak-haknya sebagai pekerja tidak dibayarkan oleh PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), meskipun dirinya telah memenangkan gugatan hingga tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kendari tanggal 9 Juli 2024, yang dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung RI pada 22 Juli 2024, PT WIN diwajibkan membayar hak-hak Agus Mariana berupa pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebesar Rp212.000.000.


Meski Pengadilan Negeri Kendari telah melakukan teguran (aanmaning) beberapa kali, PT WIN tetap menolak membayar tunai kewajiban tersebut dengan alasan yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum.

Atas dasar itu, pihak buruh melaporkan Direktur Utama PT WIN ke Polres Konawe Selatan terkait dugaan tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya tidak membayarkan pesangon dan hak-hak pekerja.


Sesuai Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Cipta Kerja, pengusaha yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4), dapat dikenakan sanksi pidana penjara 1–4 tahun dan/atau denda Rp100 juta hingga Rp400 juta.

Kuasa hukum korban dari LSM Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara (LPMT Sultra), Nurlan, S.H., menyatakan bahwa kasus ini sebenarnya tidak rumit untuk ditangani.


“PT WIN melalui Direktur Utamanya sudah terbukti melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan melalui putusan pengadilan. Alat bukti yang diajukan pihak pelapor lebih dari cukup, yakni Surat Pengalaman Kerja, Putusan PHI/PN Kendari, dan Putusan Mahkamah Agung RI,” ujar Nurlan.

Namun, menurutnya, hingga kini proses penyidikan belum menunjukkan perkembangan signifikan. Panggilan pertama kepada terlapor tidak dipenuhi dengan alasan ada kegiatan. Panggilan kedua pun tidak dipenuhi dengan alasan sakit, yang kebenarannya belum dapat dipastikan.

“Kami menduga ada upaya mengulur-ulur waktu. Bahkan, pernyataan pihak HRD PT WIN di beberapa media online mengaitkan penolakan pembayaran pesangon Ibu Agus Mariana dengan laporan yang ia buat ke Polres Konawe Selatan,” tambahnya.

Nurlan meminta Kapolres Konawe Selatan untuk tidak tebang pilih dan segera menindak tegas Direktur Utama PT WIN sesuai ketentuan hukum yang berlaku, meskipun pihak yang dilaporkan adalah perusahaan besar.

“Sudah jelas PT WIN tidak memiliki itikad baik untuk membayar pesangon sesuai putusan Mahkamah Agung RI. Ini seharusnya menjadi dasar untuk menjerat pelaku dengan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pengabaian putusan pengadilan tertinggi di Indonesia memberi kesan seolah perusahaan ini kebal hukum,” tegas Nurlan.

Kalau mau, saya bisa buatkan versi press release yang formatnya siap dikirim ke media dengan kutipan langsung, lead yang lebih kuat, dan struktur berita 5W+1H supaya lebih menarik pembaca. Itu akan membuat kasus ini lebih cepat dilirik publik dan pihak berwenang.

𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙉𝙚𝙬𝙨_𝙆𝙤𝙣𝙨𝙚𝙡
𝙍𝙚𝙥𝙤𝙧𝙩_𝘾𝙞𝙩𝙞𝙯𝙚𝙣 𝙅𝙤𝙪𝙧𝙣𝙖𝙡𝙞𝙨𝙢
𝙎𝙤𝙪𝙧𝙘𝙚_𝙇𝙋𝙈𝙏 𝙎𝙐𝙇𝙏𝙍𝘼
𝙀𝙙𝙞𝙩𝙤𝙧_𝙎𝙞𝙧𝙖

𝙄𝙣𝙛𝙤𝙧𝙢𝙖𝙨𝙞 𝙍𝙚𝙙𝙖𝙠𝙨𝙞:
𝙏𝙡𝙥. 0821 9604 8905
𝙈𝙞𝙩𝙧𝙖𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖𝙪𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨@𝙜𝙢𝙖𝙞𝙡.𝙘𝙤𝙢


Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *