BeritaDaerah

Sengketa Lahan Lebih Kurang 200 Hektar di Konawe: SKB Dipertanyakan, Warga Lokal Menolak

π™π™§π™–π™žπ™–π™£π™£π™šπ™¬π™¨.π™žπ™™, π™Žπ™ͺπ™‘π™–π™¬π™šπ™¨π™ž π™π™šπ™£π™œπ™œπ™–π™§π™– – Sengketa lahan persawahan seluas kurang lebih 200 hektar yang mencakup sembilan desa di Kecamatan Lambuya, Kabupaten Konawe, hingga kini tak kunjung menemukan titik temu. Persoalan ini sejatinya telah berlangsung puluhan tahun, sejak tahun 1973 ketika pemerintah menggulirkan program transmigrasi.


Sejak awal, masyarakat lokal tegas menolak program tersebut dengan alasan bahwa tanah yang ditunjuk merupakan tanah warisan leluhur yang sudah dikelola turun-temurun. Namun, panasnya konflik kembali mencuat sejak tahun 2019 hingga 2025.

Upaya penyelesaian lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Konawe tidak menghasilkan kesepakatan. Warga lokal yang selama ini menguasai lahan merasa diabaikan dalam proses mediasi yang dilakukan pemerintah kabupaten. Mereka menegaskan tidak pernah menyetujui Surat Kesepakatan Bersama (SKB) yang dikeluarkan oleh Bupati Konawe.


> β€œKami tidak pernah menyepakati SKB tersebut, jadi itu bukan SKB. Kami menolak dan meminta agar lahan warisan leluhur ini dikembalikan kepada masyarakat yang sebenarnya berhak,” tegas salah satu perwakilan warga.


SKB Sarat Kejanggalan

Menurut masyarakat, terdapat sejumlah kejanggalan dalam SKB. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa yang bersengketa hanya dua desa, yakni Tawamelewe dan Matahoalu, yang mayoritas dihuni warga transmigran asal Jawa dan Bali. Padahal kenyataannya, sengketa lahan melibatkan sembilan desa, yaitu: Uepai, Baruga, Tawarotebota, Asaki, Lambuya, Sanggona, Wonuambae, Uelawu, serta dua desa yang disebutkan dalam SKB.

Selain itu, warga lokal mengaku tidak pernah dilibatkan apalagi menandatangani SKB. Hal ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa administratif untuk mempersempit cakupan konflik dan melemahkan posisi masyarakat.


Dampak: Panen Gagal, Tanaman Rusak

Kekecewaan masyarakat kian memuncak setelah sejumlah tanaman padi milik mereka diduga dirusak pihak lawan. Harapan warga lokal untuk meraih hasil panen justru pupus akibat konflik yang tak kunjung terselesaikan.

Dalam waktu dekat, masyarakat yang didampingi organisasi adat berencana menggelar aksi protes. Mereka menuntut agar SKB dibatalkan serta meminta pemerintah mengembalikan hak atas tanah warisan leluhur.


Ormas dan Solidaritas Publik

Sejumlah organisasi kemasyarakatan menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas. Bagi masyarakat adat, sengketa ini bukan sekadar persoalan lahan pertanian, melainkan juga menyangkut identitas, sejarah, dan hak atas tanah leluhur yang mereka warisi sejak bertahun-tahun lalu.

Hingga berita ini tayang pihak pemda dan warga transmigrasi belum memberikan tanggapan. π™π™§π™–π™žπ™–π™£ π™£π™šπ™¬π™¨ membuka ruang apabila ada pihak-pihak yang akan memberikan hak jawab melalui kontak Redaksi kami.


π™π™§π™–π™žπ™–π™£π™‰π™šπ™¬π™¨_π™†π™€π™£π™–π™¬π™š
π™π™šπ™₯𝙀𝙧𝙩_π˜Ύπ™žπ™©π™žπ™―π™šπ™£ 𝙅𝙀π™ͺπ™§π™£π™–π™‘π™žπ™¨π™’
π™’π™§π™žπ™©π™šπ™§_π™π™žπ™¨π™¬π™–π™£
π™€π™™π™žπ™©π™€π™§_π™Žπ™žπ™§π™–

π™„π™£π™›π™€π™§π™’π™–π™¨π™ž π™π™šπ™™π™–π™ π™¨π™ž:
𝙏𝙑π™₯. 0821 9604 8905
π™ˆπ™žπ™©π™§π™–π™—π™šπ™§π™¨π™–π™’π™–π™ͺπ™§π™–π™žπ™–π™£π™£π™šπ™¬π™¨@π™œπ™’π™–π™žπ™‘.π™˜π™€π™’



Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *