Diduga Aniaya Tahanan, Briptu Polres Konawe Dilaporkan Kuasa Hukum ke Polda Sultra

𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨.𝙞𝙙, 𝙎𝙪𝙡𝙖𝙬𝙚𝙨𝙞 𝙏𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙧𝙖 – Tim Advokat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Ana Wonua Keadilan Dewan Pengurus Pusat Lembaga Adat Tolaki (DPP LAT) Sultra resmi melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anggota polisi berinisial M.A (Made Astawan), Briptu Sabhara Polres Konawe, terhadap tahanan titipan bernama Abu Talib (20), warga Desa Awuliti, Kecamatan Lambuya, Kabupaten Konawe.
Laporan resmi tersebut terdaftar dengan Nomor: 001/S.LP/YLBH.AWK/IX/2025, ditujukan langsung kepada Kepala Kepolisian Daerah Sultra Cq. Kabid Propam Polda Sultra.

Kronologi Dugaan Penganiayaan
Kuasa hukum menjelaskan, peristiwa bermula pada 31 Agustus 2025 ketika Abu Talib ditangkap oleh tim Reserse Polres Konawe terkait dugaan pembakaran saat terjadi unjuk rasa sengketa lahan di Desa Tawamelewe, Kecamatan Uepai. Setelah dibawa ke Polda Sultra untuk pemeriksaan, pada 1 September 2025 ia kembali ditahan di Rutan Polres Konawe.
Namun, pada 4 September 2025, keluarga korban yang menjenguk mendapati kondisi Abu Talib penuh luka lebam di leher, wajah, hidung, hingga perut yang mengalami pembengkakan. Kepada keluarga, Abu Talib mengaku mendapat serangan fisik dari salah satu anggota polisi piket bernama Made Astawan, baik di dalam ruang tahanan sekitar pukul 07.00 WITA maupun saat keluar tahanan untuk berolahraga sekitar pukul 09.00 WITA.

Perwakilan kuasa hukum, Efrit, SH., mengungkapkan adanya dugaan kuat unsur dendam pribadi dan diskriminasi SARA dalam kasus ini. Pasalnya, terlapor Made Astawan diketahui merupakan warga Desa Kasaeda, yang juga termasuk dalam wilayah sengketa lahan yang memicu aksi unjuk rasa.
“Dari 25 orang yang ditahan, 24 sudah dibebaskan, hanya Abu Talib yang masih ditahan. Lalu pada 3 September pagi, tepat saat giliran piket Made Astawan, terjadi penganiayaan. Ini jelas melanggar HAM dan kode etik kepolisian,” tegas Efrit.

Dasar Hukum yang Dilanggar
Tim kuasa hukum menilai perbuatan terlapor melanggar sejumlah aturan hukum dan etik, antara lain:
Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Jo. Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan wewenang), Jo. Pasal 52 KUHP (tindak pidana oleh pejabat).
Pasal 33 dan Pasal 34 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM (perlindungan terhadap tahanan).
Pasal 13 dan Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian (fungsi dan kewajiban Polri).
Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Tugas Kepolisian.
Kode Etik Profesi Polri (Perkap No. 14 Tahun 2011).
Pasal 28I ayat (4) dan (5) UUD 1945 (perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah).
Tuntutan Kuasa HuHuku
Tim kuasa hukum meminta Propam Polda Sultra segera memproses laporan ini secara hukum dan etik. Mereka menegaskan apabila laporan tidak segera ditindaklanjuti, maka akan menempuh langkah hukum lain, termasuk melaporkan kasus ini ke Komnas HAM.

“Tindakan penganiayaan yang dilakukan aparat terhadap tahanan tidak hanya mencoreng institusi Polri, tetapi juga melukai rasa keadilan masyarakat. Kami berharap Kapolda Sultra dapat segera menindak tegas terlapor dan memberikan perlindungan hukum bagi korban,” tutup Efrit.
𝙎𝙤𝙪𝙧𝙘𝙚_𝙆𝙪𝙖𝙨𝙖 𝙃𝙪𝙠𝙪𝙢 𝙆𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣
𝙅𝙞𝙠𝙖 𝙖𝙙𝙖 𝙥𝙞𝙝𝙖𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣 𝙢𝙚𝙢𝙗𝙚𝙧𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙝𝙖𝙠 𝙟𝙖𝙬𝙖𝙗, 𝙨𝙞𝙡𝙖𝙝𝙠𝙖𝙣 𝙝𝙪𝙗𝙪𝙣𝙜𝙞 𝙠𝙤𝙣𝙩𝙖𝙠 𝙧𝙚𝙙𝙖𝙠𝙨𝙞 𝙠𝙖𝙢𝙞.
𝙄𝙣𝙛𝙤𝙧𝙢𝙖𝙨𝙞 𝙍𝙚𝙙𝙖𝙠𝙨𝙞:
𝙏𝙡𝙥. 0821 9604 8905
𝙈𝙞𝙩𝙧𝙖𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖𝙪𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨@𝙜𝙢𝙖𝙞𝙡.𝙘𝙤𝙢
