Opini

Hukum Bisa Dibeli

UraianNews.id, OPINIApakah hukum di negeri ini bisa dibeli?. Saya yakin pertanyaan tersebut akan langsung diserbu oleh banyak pembaca dengan jawaban “ya bisa dibeli” Tentang hukum di negeri ini, jutaan orang selalu skeptis dan pesimis serta hilang kepercayaan terhadap proses penegakan hukum yang seharusnya dilakukan dengan benar oleh para penegak hukum. Terkadang hati merasa miris melihat kenyataan yang terjadi didepan mata kita dan membuat hati juga pikiran ingin sepakat melawan dan berontak, namun apalah daya.

Timbulnya opini mengenai hukum yang bisa dibeli, tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Ada proses realita kehidupan yang berlangsung di sekitar kita, entah dengan mengamati ataupun mengalaminya secara langsung.

Saya pernah mendengar seorang Lawyer berkata bahwa hukum itu fleksibel. Ia mengakui terkadang saat menghadapi realita hukum, yang benar secara historis bisa salah dipengadilan, sebaliknya yang salah bisa menjadi benar. Apa yang terjadi ini adalah kisah nyata bukan cerita dalam drama-drama televisi. Dulu saat masih duduk dibangku sekolah, saya bertanya mengapa hakim saat bersidang dipanggil “yang mulia” Rupanya memang harus seperti itu sebab hakim memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan terhormat saat bersidang. Hakim punya tanggungjawab besar dalam memutuskan sebuah perkara karena hal itu menyangkut nasib seseorang. Tentu sang Hakim haruslah memegang sumpah untuk berlaku adil dalam memutuskan sebuah perkara yang keputusannya tidak dapat diintervensi oleh apapun apalagi bisa dibeli dan dibengkokkan dengan uang.

Seiring berjalannya waktu, saya melihat banyak praktek curang didalam sistem peradilan negeri kita. Mulai dari Polisi, Jaksa hingga Hakim, bisa dibeli dengan uang, kata lain dari penegak hukum yang tidak berintegritas. Bahkan dengan mata kepala saya sendiri pernah melihat seorang pengacara bekerjasama dengan hakim untuk sebuah perkara yang akan diatur agar dapat dimenangkan oleh salah satu pihak. Hal ini terjadi sebab ada kesepakatan, tentu kesepakatan dapat dilakukan dengan uang. Memang betul hanya ulah oknum saja dan tidak semua Polisi, Hakim atau Jaksa melakukan hal kotor seperti itu. Namun rakyat sudah terlanjur skeptis dengan penegakan hukum di negeri ini. Bahkan sering ada statement dari masyarakat “mereka semua sama saja” Gambaran dari pesimisme karena melihat kenyataan yang pahit dari kelakuan para oknum penegak hukum bajingan.

Saya pernah berbagi cerita dengan beberapa orang yang kebetulan pernah melalui proses hukum. Entah orang tersebut mendampingi kerabatnya atau rekannya. Dari 15 orang, hanya ada 1 yang mengatakan hal baik tentang penangan proses hukum yang mereka alami. Kebanyakan dari warga menyampaikan bahwa uang adalah segalanya. Ingin menang dalam perkara? harus ada uang, ingin hukuman ringan? harus ada uang, mau tuntutan ringan? harus ada uang. Uang mampu mengubah seseorang menjadi jahat dan lupa akan sumpah yang pernah diikrarkan dihadapan Tuhan.

Mengapa mata Dewi Justicia sebagai Dewi keadilan ditutup? Hal ini merupakan arti dari penegakan hukum tidak boleh pandang bulu. Siapapun orang nya, apapun jabatannya dan seperti apapun statusnya di masyarakat, harus dinyatakan salah bila bersalah dan dinyatakan benar jika benar. Kenyataan hari ini adalah hukum bisa dibeli. Jika hukum bisa dibeli dengan uang, maka dipastikan banyak orang yang seharusnya tidak bersalah menjadi bersalah. Orang yang seharusnya tidak dihukum jadi dihukum.

Jika anda yang membaca tulisan ini adalah seorang Penegak Hukum, ingatlah sumpahmu, jangan sampai ada orang yang seharusnya benar menjadi salah karena perbuatan anda demi uang. Hari ini anda bisa menikmati uang itu, namun ingatlah akan hukum karma, suatu hari apa yang anda tabur akan anda tuai. Sekali anda ikut didalam kesepakatan untuk mengubah suatu arah proses hukum yang seharusnya anda jalankan dengan sumpah dan integritas, maka anda akan terikat didalamnya. Perlu anda dan kita semua ketahui bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang. Yang mana hal itu akan menjerumuskan kita ke jurang yang lebih dalam sehingga kita sulit untuk kembali.

Oleh: Fianus Arung

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *