Krisis Kepercayaan: Ketika Rakyat Tak Lagi Percaya Polisi, DPR, dan Pemerintah

π
π
π
π
: ππππ£πͺπ¨ πΌπ§πͺπ£π

ππ§ππππ£π£ππ¬π¨.ππ, π
π
π
π
π
– Di banyak sudut negeri, suara-suara rakyat kecil semakin keras bergema. Dari lorong-lorong desa hingga jalanan kota besar, muncul satu pertanyaan besar: masihkah hukum di Indonesia bekerja untuk rakyat, atau hanya untuk penguasa dan pemilik modal?
Fenomena ini bukan sekadar keluh kesah. Data, peristiwa, dan rekaman fakta menunjukkan pola yang mengkhawatirkan: hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Mereka yang miskin, lemah, dan tak punya koneksi hukum kerap dihukum dengan cepat dan keras. Sementara itu, yang berkuasa dan berduit sering kali lolos dari jerat hukum, bahkan bisa membelokkan aturan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Polisi: Pengayom yang Tak Lagi Mengayomi
Polri, yang mestinya berdiri sebagai pelindung dan penegak keadilan, kini justru menjadi salah satu institusi yang paling disorot.
Kasus kekerasan aparat terhadap warga sipil dalam unjuk rasa, yang berulang kali terjadi, memperlihatkan wajah represif aparat negara.
Skandal besar seperti kasus pembunuhan berencana yang menyeret petinggi kepolisian, hingga bocornya praktik βjual beli perkaraβ, semakin menegaskan adanya krisis moral dalam tubuh kepolisian.
Di banyak daerah, masyarakat kecil merasa lebih takut kepada polisi daripada merasa dilindungi olehnya.
Polisi yang seharusnya menjadi benteng terakhir rakyat, kini dianggap lebih patuh pada perintah penguasa dan bisikan pemilik modal dibanding pada sumpahnya menegakkan hukum dengan adil.

DPR: Dari Wakil Rakyat Menjadi Wakil Kekuasaan
Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya menjadi cermin kedaulatan rakyat, kini justru dianggap simbol pengkhianatan terhadap demokrasi.
Deretan kasus korupsi anggota DPR dari periode ke periode menambah daftar panjang bukti bahwa lembaga ini lebih sibuk memperkaya diri daripada memperjuangkan rakyat.
Produk undang-undang yang lahir dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak menguntungkan korporasi besar dan penguasa ketimbang memenuhi kebutuhan rakyat kecil.
Di mata masyarakat, DPR bukan lagi wakil rakyat, melainkan sekadar perpanjangan tangan elite politik dan pemodal.
Kekecewaan ini melahirkan tuntutan radikal: βDPR sebaiknya dibubarkan, karena sudah tidak lagi mewakili rakyat.β
Pemerintah: Kedaulatan Bukan Lagi di Tangan Rakyat
Pemerintah, yang mestinya menjalankan amanat rakyat, kini dianggap lebih berpihak pada kepentingan investor besar dan kekuasaan.
Berbagai kebijakan pembangunan yang menggusur rakyat dari tanahnya tanpa ganti rugi yang adil memperlihatkan wajah negara yang abai pada penderitaan warganya.
Program-program strategis kerap mengorbankan masyarakat kecil dengan alasan βkepentingan nasionalβ, padahal keuntungan sesungguhnya hanya dinikmati segelintir orang.
Kedaulatan rakyat yang diatur dalam konstitusi berubah menjadi kedaulatan penguasa. Demokrasi direduksi sekadar seremoni lima tahunan, sementara suara rakyat diabaikan dalam pengambilan kebijakan.

Gelombang Perlawanan
Akibat kekecewaan yang menumpuk, masyarakat mulai melawan. Dari aksi unjuk rasa mahasiswa, gerakan buruh menolak undang-undang yang tidak berpihak pada pekerja, hingga perlawanan warga desa yang menolak lahannya dirampas untuk proyek negara.
Di berbagai wilayah, rakyat membuktikan bahwa mereka tidak tinggal diam. Rasa frustrasi yang kian membesar ini berpotensi berubah menjadi gelombang sosial yang tak terbendung, bila negara terus abai pada suara rakyat.
Kesimpulan Investigatif
Potret buram Polri, DPR, dan pemerintah hari ini memperlihatkan krisis multidimensi: krisis moral, krisis kepercayaan, sekaligus krisis legitimasi.
Rakyat tak lagi percaya hukum. Rakyat tak lagi percaya perwakilannya. Bahkan, rakyat mulai tak lagi percaya kepada pemerintahnya.
Indonesia seolah berjalan di atas bara: jika keadilan terus berpihak pada pemodal dan penguasa, maka kedaulatan rakyat hanya akan menjadi jargon kosong dalam konstitusi.
Pertanyaan paling mendesak kini adalah: sampai kapan rakyat harus bertahan dalam sistem yang semakin menjauhkan mereka dari keadilan?
ππ§ππππ£πππ¬π¨_π
π
π
π
π
ππ§ππ©ππ§_ππππ£πͺπ¨ πΌπ§πͺπ£π
ππ£ππ€π§π’ππ¨π πππππ π¨π:
ππ‘π₯. 0821 9604 8905
πππ©π§ππππ§π¨ππ’ππͺπ§ππππ£π£ππ¬π¨@ππ’πππ‘.ππ€π’
