Penindasan terhadap Buruh Perempuan di Konawe Selatan: Putusan Mahkamah Agung RI Diabaikan, PT. WIN Terkesan Kebal Hukum

𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨.𝙞𝙙, 𝙎𝙪𝙡𝙖𝙬𝙚𝙨𝙞 𝙏𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙧𝙖 – Kasus pelanggaran ketenagakerjaan yang melibatkan Ibu Agus Mariana (Ana) dan PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN), perusahaan pertambangan nikel di Konawe Selatan, telah berlangsung sejak tahun 2023 dan hingga kini belum menemukan penyelesaian yang adil. Ibu Ana mengalami penindasan oleh PT. WIN; hak-haknya tidak dibayarkan, dan ia bahkan dipenjara atas laporan balik perusahaan di Polres Konawe Selatan.
Kasus ini mencerminkan lemahnya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak pekerja/buruh di Indonesia. Ibu Ana telah mengalami penindasan dan perlakuan tidak adil dari PT. WIN, dengan hak-haknya yang tidak diberikan meskipun ia telah memenangkan gugatan melalui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI).

Ibu Ana telah menempuh jalur hukum melalui Disnaker, gugatan perdata melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Pengadilan Negeri (PN) Kendari. Pada 9 Juli 2024, Pengadilan PHI/PN Kendari memenangkan Agus Mariana. PT. WIN menolak putusan dan mengajukan kasasi ke MA RI pada 22 Juli 2024.
Pada 26 September 2024, Mahkamah Agung RI menolak kasasi PT. Wijaya Inti Nusantara, dan putusan pengadilan tersebut telah menghukum PT. WIN untuk membayar kepada Ibu Ana sebesar Rp. 212.000.000,00 (dua ratus dua belas juta rupiah) sebagai uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Meskipun telah dilakukan beberapa kali teguran (aanmaning) melalui Pengadilan Negeri Kendari sejak Januari 2025, PT. WIN hingga kini (hampir setahun) setelah terbitnya putusan Pengadilan, masih tetap menolak membayar hak-hak Ibu Ana.
Sangat memprihatinkan, pada 11 Juli 2025, Ibu Ana ditahan atas laporan balik perusahaan, sementara hak-haknya belum dibayarkan. Situasi ini menimbulkan kesan bahwa perusahaan kebal hukum, mengabaikan putusan pengadilan tertinggi di Indonesia, dan aparat penegak hukum gagal melindungi buruh.

Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), pengusaha yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan (Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4)) dapat dikenai sanksi pidana penjara 1-4 tahun dan/atau denda Rp 100 juta – Rp 400 juta.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara (LPMT Sultra), selaku kuasa korban, telah melaporkan dugaan tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan ke Polres Konawe Selatan, namun hingga kini belum ada tindakan tegas terhadap perusahaan meskipun terbukti melanggar hukum ketenagakerjaan.
Nurlan, S.H., selaku kuasa korban, menyatakan keprihatinannya dan meminta bantuan Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, melalui Menteri Ketenagakerjaan, untuk membantu buruh yang tertindas. Ia menekankan bahwa aturan undang-undang ketenagakerjaan terkait perlindungan buruh tidak boleh hanya menjadi dongeng.
Ibu Ana, sebagai seorang buruh perempuan yang menuntut haknya, telah ditindas oleh PT. WIN, dan putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap seharusnya dipatuhi.

Pengabaian putusan Mahkamah Agung RI oleh perusahaan dan aparat penegak hukum setempat menimbulkan kesan bahwa putusan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.
Polri memiliki tugas untuk menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Kami berharap kasus ini mendapatkan perhatian serius dari semua pihak terkait.
𝙐𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙉𝙚𝙬𝙨_𝙆𝙤𝙩𝙖 𝙆𝙚𝙣𝙙𝙖𝙧𝙞
𝙍𝙚𝙥𝙤𝙧𝙩_𝘾𝙞𝙩𝙞𝙯𝙚𝙣 𝙅𝙤𝙪𝙧𝙣𝙖𝙡𝙞𝙨𝙢
𝙒𝙧𝙞𝙩𝙚𝙧_𝙉𝙪𝙧𝙡𝙖𝙣l
𝙀𝙙𝙞𝙩𝙤𝙧_𝙎𝙞𝙧𝙖
𝙄𝙣𝙛𝙤𝙧𝙢𝙖𝙨𝙞 𝙍𝙚𝙙𝙖𝙠𝙨𝙞:
𝙏𝙡𝙥. 0821 9604 8905
𝙈𝙞𝙩𝙧𝙖𝙗𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙖𝙪𝙧𝙖𝙞𝙖𝙣𝙣𝙚𝙬𝙨@𝙜𝙢𝙖𝙞𝙡.𝙘𝙤𝙢
.
