Uncategorized

Wajib Baca ini ! Pemrintah TNI-POLRI dan Semua Penegak Hukum Serta Masyarakat

UraianNews.id, Sulawesi Tenggara – Entah apa yang membuat, terkadang Penegak hukum tiba-tiba lupa UU Pers, jika menangani kasus Pers dengan pasal-pasal karet seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dipakai sebagai senjata bagi para oknum-oknum berkelakuan kotor yang ada di pemerintahan dan instansi lainnya. Padahal sangat jelas bagaimana mereka para Penegak hukum dinegara ini seharusnya paham jika ada kasus melibatkan Pers dengan produk Jurnalistik.

Telah banyak Jurnalis menjadi korban akibat dari banyaknya kesalahan terkait penanganan kasus Pers. Padahal Sangat jelas bagaimana mekanisme penanganan kasus Pers seharusnya diselesaikan. Minggu, 26 Februari 2023.

Beberapa Sumber kerapkali membagikan artikel tentang hukum Yang membahas seputar Pers. Tentu selalu akan kembali kepada UU Pers itu sendiri. Sebagai cotoh, seperti apa yang dijelaskan oleh Hukumonline. Com, berikut ini.

1. Perlu kami jelaskan bahwa Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”) adalah lex specialis (hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Sehingga dalam hal terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers. Terhadap hal-hal yang tidak diatur di dalam UU Pers, baru kita merujuk kepada ketentuan-ketentuan di dalam KUHPer atau KUHP.

Penegasan mengenai hal tersebut juga ditegaskan Hinca IP Panjaitan dan Amir Effendi Siregar dalam buku yang berjudul Menegakkan Kemerdekaan Pers: “1001” Alasan, Undang-Undang Pers Lex Specialis, Menyelesaikan Permasalahan Akibat Pemberitaan Pers. Mereka menulis bahwa UU Pers adalah ketentuan khusus yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan jurnalistik: mulai dari mencari, memilah, dan memberitakannya sampai ke mekanisme penyelesaian permasalahan yang timbul akibat pemberitaan pers (hal. xvii).

Oleh karena itu, menurut mereka, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum (lex generali). Dalam hal ini berlakulah asas yang universal berlaku, lex specialis derogate legi generali. Ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan yang umum.

Masih banyak oknum pejabat dan mereka yang punya kepentingan dengan kelakuan kotor diluar sana, seringkali memakai nama Dewan Pers dengan pengertian yang salah kaprah bahwa perusahaan media harus mendaftarkan perusahaan media ke Dewan Pers, harus terverifikasi dan lain sebagainya. Barulah mereka mau mengakui perusahaan media tersebut.

Tentu pemahaman ini tidak lah benar. Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Aliansi Wartawan Indonesia Sulawesi Tenggara (AWI-Sultra) Fianus Arung, turut menanggapi.

Fianus Arung, Ketua DPD AWI Sultra

“Saya malah heran, yang gak tau aturan itu siapa sebenarnya. Ada pemda, Pemkot dan banyak lagi instansi selalu memakai alasan, tidak bisa menerima organisasi Pers, Perusahaan Media atau wartawan. Jika belum daftar ke Dewan Pers. Padahal Dewan Pers sendiri mengeluarkan pernyataan yang bertolak belakang.

Contoh saja saya akan kutip pernyataan mantan Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh dari Infodesanews. Com.

Mohammad Nuh, mantan Ketua Dewan Pers

“Dewan Pers tidak pernah melarang atau meminta Pemerintah Kota atau Daerah, institusi Polri – TNI untuk tidak bekerjasama dengan perusahaan media yang belum terfaktual oleh Dewan Pers, asal sudah berbadan hukum PT Khusus Pers silahkan, sesuai UU Pers no 40 tahun 1999,”

Dan yang terbaru Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan, bahwa Dewan Pers telah menutup pendaftaran untuk media cetak, radio, televisi dan siber/online.

Dr. Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers

“Saat ini memang tidak ada lagi pendaftaran,” ujar Ninik Rahayu, melalui pesan singkat WhatsApp, dilansir jelajahnews.id, Jumat 24 Februari 2023.Menurut Ninik, pendaftaran media merupakan produk Undang-undang (UU) yang lama, sementara yang baru tidak menggunakan hal tersebut. ” Itu rezim UU pokok pers, UU No 40/1999 tidak mengenal lagi pendaftaran,” jelasnya yang menegaskan UU No 40 Tahun 1999 yang berlaku.

Seperti diketahui, menurut Pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina Armada Sukardi menyebutkan, pendaftaran badan usaha atau badan hukum pers ke Dewan Pers, sampai sekarang masih banyak salah kaprah dan sesat.

“Masih banyak pernyataan, “Oh, ini belum dapat disebut sebagai produk pers, karena badan hukum perusahaannya belum didaftarkan di Dewan Pers!” pernyataan itu bermakna, seakan-akan pendaftaran badan hukum pers ke Dewan Pers menjadi salah satu syarat agar badan usaha pers dapat dikatagorikan sebagai lembaga pers, sehingga produknya juga menjadi produk pers,” dikutip dari Poros Indonesia.Co. Id.

Jadi sudah jelas, jika yang paham aturan dan perundang-undangan, seharusnya tidak sesat lagi,” Fian, Ketua AWI Sultra menjelaskan.

Harapan banyak para jurnalis agar seluruh pihak yang sering berhubungan dengan media, atau perusahaan Pers, paham akan hal ini.

UNews__Kendari

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *