Aceng Syamsul Hadie:Islam Membumi Dalam Keragaman Kultural ala Kang Dedi Mulyadi (KDM) Cukup Menarik.

ππ§ππππ£π£ππ¬π¨.ππ, π
ππ¬π π½ππ§ππ© – Di tengah derasnya gelombang penghakiman digital, sosok seperti Kang Dedi Mulyadi (KDM) menjadi sasaran empuk. Hanya karena ia tidak tampil dengan jubah atau retorika keagamaan yang bombastis, sebagian netizen tergesa-gesa melabelinya sebagai “kurang Islami” atau bahkan “sesat.”

“Islam yang membumi dalam membela keberagaman kultural ala Kang Dedi Mulyadi (KDM), ini cukup menarik untuk ditelaah secara esensial dan substansial”, ungkap Aceng Syamsul Hadie,S.Sos.,MM selaku Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional).
“Padahal, justru di balik kesederhanaannya, tersembunyi perilaku Islami yang paling esensial: peduli, jujur, dan memihak pada yang lemah”, tambah Aceng Syamsul Hadie yang juga alumnus Pondok Modern Gontor (Gonsus’88).

Aceng Syamsul Hadie menerangkan bahwa KDM dikenal secara umum selalu mengusung keberagamaan yang sangat kental dengan nilai-nilai budaya Sunda. Ia sering mengaitkan ajaran Islam dengan kearifan lokal, seperti menghormati leluhur, menjaga alam, dan hidup sederhana.

“Bagi sebagian orang, pendekatan ini dianggap ‘tidak murni’ atau bahkan ‘sinkretik’βpadahal dalam methode dakwah kita mengenal dakwah bilhal dan dakwah bilhikmah, kedua methode dakwah ini merupakan tata cara pendekatan syiar Islam yang termudah dalam berdakwah, pendekatan seperti ini sudah berlangsung sejak zaman Wali Songo”, jelasnya.
Aceng Syamsul Hadie menegaskan tiga poin, pertama bahwa Keberagaman kultural bukan merupakan lawan aqidah, kedua bahwa Politik berbasis nilai bukan dipandang sebagai simbol, dan yang ketiga bahwa kadang kita disibukan dengan menghakimi masalah yang belum kita pahami seutuhnya.
1. Keberagamaan Kultural Bukan Lawan Aqidah.
KDM tidak asing dengan budaya Sunda. Ia merangkulnya, bukan untuk menduakan Islam, tapi untuk menyampaikan Islam lewat bahasa yang dipahami rakyat. Budaya bukan musuhβia adalah pintu masuk dakwah. Para Wali Songo dahulu tidak membawa mimbarβmereka membawa gamelan, wayang, dan hati yang terbuka. Lantas, mengapa kini sebagian dari kita begitu mudah mencurigai Islam yang membumi?
Sebagai gubernur, KDM berani mengambil kebijakan yang tidak populer tapi berpihak pada rakyat kecilβseperti pelarangan study tour mahal, pembongkaran bangunan liar, hingga program barak militer untuk siswa bermasalah. Ia juga tidak segan menegur elite politik atau ormas yang dianggap menyimpang dari nilai keadilan sosial. Keberanian ini sering dibaca sebagai βnyelenehβ, padahal bisa juga dimaknai sebagai bentuk amar maβruf nahi munkar dalam konteks kekuasaan.

2. Politik Berbasis Nilai, Bukan Simbol
Ketika banyak pemimpin mengejar pencitraan religius, KDM justru tampil apa adanya. Ia melindungi pohon, menegur mafia tanah, menolak studi tur mewah, dan menempatkan rakyat kecil sebagai poros kebijakan. Dalam bahasa Fiqih Siyasah, inilah ‘maqashid syariah’ dalam praktik: menjaga kehidupan, akal, dan harta masyarakat. Ini bukan sekadar politik bersih. Ini politik dengan adab.
Sebagian netizen yang mengkritik aqidah KDM sering kali melakukannya tanpa memahami konteks budaya dan sejarah Islam lokal. Ini menunjukkan bahwa sebagian umat masih terjebak dalam pola keberagamaan yang tekstualis dan eksklusif, yang mudah menghakimi tanpa dialog. Padahal, Islam mengajarkan husnuzan, tabayyun, dan adab dalam menilai sesama Muslim.
3. Mengapa Kita Mudah Menghakimi?
Barangkali karena kita dibesarkan dalam iklim keberagamaan yang menekankan penampilan. Kita begitu sibuk menilai siapa yang layak berdiri di atas mimbar, tapi lupa menengok siapa yang paling dulu menolong tetangganya. Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda, _”Agama adalah nasihat,”_ bukan bentuk luar. Dan nasihat terbesar kadang datang dari orang yang tak banyak bicara agama, tapi banyak meneladankan akhlaknya.
KDM bukan hanya Islami dalam ritual, tapi juga dalam nilai: keberpihakan pada yang lemah, keberanian melawan ketidakadilan, dan penghormatan terhadap warisan budaya. Mungkin justru karena itulah ia dikritikβkarena ia tidak mudah dikotakkan.
“Kita butuh lebih banyak pemimpin seperti KDM. Bukan karena ia sempurna, tapi karena ia mengingatkan kita bahwa Islam bukan hanya ada di kitab-kitab, tetapi kita diharuskan memahami ayat-ayat kauniyah, dimana Islam juga ada dalam kebun, dalam jalan desa yang ia jaga, dalam anak yatim yang ia peluk, dalam jeritan rakyat atas ketidak-adilan dan dalam rakyat kecil yang ia dengarkan. Saat dunia sibuk mencari pemimpin yang fasih bicara surga, KDM dengan penuh senyum justru sibuk membenahi bumi dan manusianya. Bukankah itu juga tugas orang beriman?”, pungkas Aceng Syamsul Hadie yang juga mantan anggota dewan tiga periode DPRD Kabupaten Majalengka.[]
ππ§ππππ£πππ¬π¨_πππππ‘ππ£ππ π
πππ₯π€π§π©_ππππ’
ππ£ππ€π§π’ππ¨π πππππ π¨π:
ππ‘π₯. 0821 9604 8905
πππ©π§ππππ§π¨ππ’ππͺπ§ππππ£π£ππ¬π¨@ππ’πππ‘.ππ€π’